Beranda | Artikel
Manhajus Salikin: Sifat Shalat Nabi, Cara Bangkit dari Rukuk (Iktidal)
Jumat, 26 Juli 2019

Bagaimana cara bangkit dari rukuk atau iktidal? Nah kita dapat lihat dalam penjelasan Syaikh As-Sa’di dari kitab Manhajus Salikin.

 

# Fikih Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Kitab Shalat

 

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,

ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَائِلاً سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ إِنْ كَانَ إِمَامًا أَوْ مُنْفَرِدًا

“Kemudian mengangkat kepala, lalu mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Allah mendengar pujian dari orang yang memuji-Nya)’untuk imam maupun yang shalat seorang diri.”

 

Maksud ucapan sami’allahu liman hamidah

 

Sami’allahu liman hamidah artinya “Allah mendengar pujian dari orang yang memuji-Nya”, sebenarnya bukan sekadar mendengar, namun juga mengabulkan.

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Sekadar dikatakan mendengar saja tidaklah memberikan faedah kalau Allah itu dipuji. Karena Allah selalu mendengar orang yang memuji maupun yang tidak memuji-Nya. Jadi yang dimaksud sami’a di sini adalah Allah Maha Mengabulkan. Karena orang yang memuji Allah berharap pahala dari Allah. Bentuk pengabulan dari Allah dengan memberi pahala pada hamba.” Hal ini kata Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 3:98 dan menyatakan bahwa hal ini juga diterangkan oleh Ibnul Qayyim dalam Badai’ Al-Fawaid, 3:75-76.

 

Apakah makmum mengucapkan sami’allahu liman hamidah?

 

Menurut Syaikh As-Sa’di rahimahullah, bacaan sami’allahu liman hamidah dibaca oleh imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid) saja, sedangkan makmum tidak perlu.

Hadits yang membicarakan masalah ini adalah dari Abu Hurairah dan Anas bin Malik, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Jika imam bangkit dari rukuk, maka bangkitlah. Jika ia mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah (artinya: Allah mendengar pujian dari orang yang memuji-Nya) ‘, ucapkanlah ‘robbana wa lakal hamdu (artinya: Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji)‘.” (HR. Bukhari, no. 689, 734 dan Muslim, no. 411)

Namun pendapat terkuat dalam hal ini, bisa baca pendapat dari Imam Nawawi rahimahullah, baca di sini:

Apakah Makmum Membaca Sami’allahu Liman Hamidah?

 

Sedekap ketika iktidal ataukah tidak?

 

Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِى الصَّلاَةِ.

“Dahulu manusia diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri dalam shalat.” (HR. Bukhari, no. 740)

Ada hadits Wail bin Hujr, ia berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam shalat, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. An-Nasai, no. 888 dan Ahmad, 4:316. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Juga bisa berdalil dengan hadits musii’ fii sholaatihi (orang yang jelek shalatnya), di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ ثُمَّ رَفَعَ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ

“Kemudian rukuk lalu kedua tangan di letakkan di lututnya sampai setiap anggota tubuh mengambil posisinya. Kemudia bangkit dari rukuk dan setiap anggota tubuh mengambil posisinya.” (HR. Ahmad, 3:407. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Makna hadits “sampai anggota tubuh mengambil posisinya” diterangkan dalam riwayat,

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا

“Jika engkau bangkit dengan mengangkat kepalamu, maka luruskanlah tulang punggungmu hingga setiap tulang kembali pada posisinya.”  (HR. Ahmad 4: 340. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih). Yang dimaksud dengan hadits ini adalah posisi tangan ketika itu bersedekap seperti dilakukan sebelum rukuk yaitu pada saat berdiri saat membaca surat.

Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang bangkit dari rukuk, maka jika ia mau, ia bisa melepaskan tanggannya (tidak sedekap). Jika mau, ia pun bisa meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (sedekap).” (Al-Inshaf, 2:412, Asy-Syamilah).

Imam Ahmad mengatakan demikian karena tidak ada dalil tegas yang membicarakan masalah sedekap setelah rukuk. Sehingga Imam Ahmad pun mengatakan, “Aku harap, jangan terlalu mempermasalahkan hal tersebut.” (Lihat Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Ath-Thorifi, hlm. 86).

Semoga bermanfaat.

Referensi:

  1. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, tahun 1427 H. Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alamil Kutub.
  2. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  3. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga.
  4. Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
  5. Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cetakan ketiga, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
  6. Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cetakan ketiga, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath-Tharifi. Penerbit Maktabah Darul Minhaj.

 

 


 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/20961-manhajus-salikin-sifat-shalat-nabi-cara-bangkit-dari-rukuk-iktidal.html